Kabarnya cinta itu adalah anugrah terbesar yang dikaruniai oleh Tuhan. Dimana setiap muda – mudi yang bertemu akan saling melepas kerinduan mereka, berkencan dan berpacaran di tengah rerimbunan. Adapun embel – embel pengkhianatan dan cinta suci banyak masuk ke dalam aspek – aspek tertentu didalamnya.
Apapun itu, sekiranya mulai banyak pria dan wanita yang mengartikan cinta sebagai hubungan kasih sayang antara lawan jenis, sehingga antara orangtua, hamba sahaya, veteran perang, serta kaum tertindas lainnya, cenderung dinomorduakan.
Saya tahu, bahwasannya Indonesia akhir – akhir ini menjadi ‘berwarna merah muda’. Warna yang seringkali dipakai saat hari cinta atau dikembangkan oleh pasangan muda – mudi lainnya. Kabarnya umat Muslim pun tak mau ketinggalan, “mereka” pun kemudian menyusun satu metoda super yang dinamakan cinta islami, yang kabarnya hanya diusung untuk muda dan mudi.
Mentang – mentang sudah mau bulan suci, “mereka” pun lantas membungkusnya menjadi bentuk yang jauh lebih spesifik lagi. Tak habis akal, sinetron pun langsung diimprove dengan memberi label – label muslim seperti jilbab pada karakter utama. Semua pemeran dan sutradara berlomba – lomba menyelipkan kata “Assalamu’alaikum” pada tiap scene dan adegan. Jam tayang dinaikkan serta waktu syuting ditingkatkan pada jam – jam malam. Tentunya tidak akan lupa unsur cinta dimasukkan, lengkap bersama adegan - adegan dayunya.
Label dunia musik Indonesia pun nampaknya tidak ingin tertinggal. Setiap insan dunia musik mulai menambahkan lirik lagu puitis berirama cinta ke setiap bait lagu. Tak lupa bintang - bintang ngetop macam Iwan Fals pun mulai mencicipi sesendok cinta kedalam lirik lagunya. Grup “berbintang” seperti Tanga atau Maliq pun mengikuti alur cinta tersebut.
Kemunduran kiranya paling dirasakan ketika dunia perfilman sudah mengaplikasikan kata cinta tersebut. Menilik kualitas, setidaknya sudah ada media riviu yang mencaci maki kinerja mereka, namun masih banyak “setan cinta” yang berhasil diproduksi oleh perusahaan film, yang kabarnya mengharapkan penghasilan bagus dengan film bermutu rendah. Satu yang paling saya tidak bisa lupakan adalah ketika Love is Cinta yang sempat mengguncang perfilman Indonesia. Terlepas dari banyaknya orang yang yang telah tersihir, saya kira makna yang tercatut dalam film tersebut tidak pernah ada. Begitu pula yang baru – baru ini keluar (Kangen), menurut perspektif awam itu, “Film sampah, tak bermakna, busuk !“
Tetapi mengapa kita ini masih terjatuh di lubang yang sama ? Dalam artian, mengapa kita masih menjunjung kecintaan dalam satu aspek saja ?
Yang saya tahu itu, bahwasannya nafsu itu masih berkedok sebagai cinta disana. Jadilah cinta yang berdasar kepada lust. Saya kira tidak diwajibkan untuk menyiksa diri sendiri, apalagi orang lain. Jadi tidak perlu sampai ada adegan panas yang dipublikasikan atas nama cinta.
Lalu adapun uang yang masih berkuasa di berbagai bidang kehidupan juga merambah dunia cinta tersebut. Selama tema tersebut masih tetap dilirik oleh khalayak luas, maka tidak perlu menghitung hari untuk melihat perkembangan tema cinta tersebut. Dijamin akan terus datar dan dalam keadaan stagnan.
Terlepas dari itu, cinta tersebut telah dikhianati dirinya sendiri. Bahwasannya dia belum pernah menipu umat manusia seblumnya. Namun karena dipaksa oleh nafsu dan uang diatas, maka jadilah dia sebagai unsur yang dipersalahkan

Tidak ada komentar:
Posting Komentar